Istilah WFH atau Work from Home memang nggak asing lagi buat saya. Soalnya sejak kerja di salah satu startup media online, saya udah dikenalkan dengan istilah yang saat itu ikrib dibilang “away“.
Saat tahu bisa kerja dari rumah, otomatis saya merasa sedikit merdeka. Ya gimana nggak, kalau pas suntuk di kantor, eh bisa memanfaatkan kesempatan dengan kerja di rumah atau kosan. Pun bisa kerja di luar seperti cafe, kampus, atau rumah teman (karena nebeng wifian hehe).
Selain itu, dengan WFH saya juga bisa nyambi melakukan urusan-urusan yang memakan waktu. Misalnya seperti perpanjang SIM atau mengurus dokumen kependudukan yang Masya Allah lamanya. Kan rada mustahil ya mengurus hal-hal semacam itu kalau saya nggak ngambil WFH :”)
Pun saat badan menunjukkan rasa greges-greges tanda mau datang bulan atau memang lagi kepayahan, pilihan untuk WFH adalah jalan terbaik untuk kerja sambil rebahan di kosan. Apalagi didukung dengan adanya layanan antar makanan yang huhuhu meski bikin kantong jebol tapi tetap banyak membantu saya selama proses recovery demi kesehatan.
Tapi tenang, meski banyak kemudahan yang saya dapatkan ketika WFH, ternyata ada beberapa hal yang sukses bikin saya elus dada. Pertama, penggunaan paket data jelas lebih banyak daripada biasanya. Maklumlah, kosan saya nggak ada wifinya. Jadi ya…dengan berat hati saya harus menghidupkan tethering HP demi lancarnya pekerjaan. Kalau pun mau ngafe, rasa malas selalu menghampiri. Di samping sayang duitnya HAHAHAHA malas juga harus dandan, siap-siap, lah sama aja saya pergi “kerja” kaaan~
Kedua, ketika ada teman WFH, kadang dia (atau mereka) jadi lebih susah dihubungi. Alasannya adaaa aja, mulai dari lupa menyalakan paket data sampai ABCD yang lainnya. Dari sana saya belajar, jikalau sedang WFH dan ada yang perlu dikerjakan selain urusan pekerjaan sebisa mungkin akan saya kerjakan duluan. Paketan pun selalu on biar nggak bikin bete orang. Semoga selama saya pernah WFH, saya nggak susah dihubungi ya.
Coba ayo sini tunjuk tangan, kira-kira siapa yang pernah kesusahan menghubungi saya pas saya WFH? Saya minta maaf ya kalaupun pernah lelet respons atau bikin bete kamu-kamu semua :”)
Beberapa waktu setelahnya WFH yang dulu dijadwalkan satu minggu sekali, kini kebijakan itu dihapuskan. WFH hanya diperbolehkan jika memang ada hal-hal mendesak. Huhuhu jujur saya jadi merindukan saat-saat itu. Saat-saat dimana, orang-orang satu kantor tahu jadwal WFH masing-masing. Jadi nggak perlu bertanya-tanya, “Eh XXX masuk nggak ya? Apa WFH, mau nanya soal deadline ini nih, kira-kira dia udah kelar belum ya?” Dan zuzur, yang paling malas itu adalah lapor dan ngasih alasannya. Ya meskipun HRD harus tahu tapi tetap aja ada rasa malas karena (mungkin) ada hal-hal yang nggak ingin dibagikan ๐
DAN di tahun 2020 ini, sungguh di luar dugaan. Karena pandemi dan suspect positif COVID-19 semakin menggila, kantor menerapkan kebijakan WFH. Saya yang kebetulan sudah pulang kampung sebelum kebijakan WFH ini jadi harus lebih lama stay di rumah dan bekerja dari sana.
Enak dong bisa kerja di rumah sendiri?
Heyyyy, tidak semudah itu wahai bungkus mochiiiii~
Bekerja ketika kamu di rumah ternyata punya tantangan yang berkali-kali lipat. Apalagi WFH kali ini berlangsung lebih lama, kurang lebih sudah jalan satu bulan.
Tantangan pertama adalah how to deal with boredom. Apalagi saya orangnya mudah bosan dan harus cari distraksi biar kerjaan lekas kelar. Dan jam-jam 10 menuju 11 adalah masa-masa kritis kebosanan saya. Saking bosannya saya bahkan sempat menghias meja dengan berbagai tumbuhan biar saat bekerja nggak cepat bosan. Tapi yaaa…tetap saja. Pada jam-jam tersebut saya bosan. Jalan terakhir adalah saya harus menenggak kopi sebelumnya lalu membuka playlist “Konser di Rumah” lalu sing a long sendirian. Cukup efektif so far ๐
Tantangan kedua adalah…penggunaan paket data yang di luar nalar. Alasannya tak lain tak bukan karena di rumah, tidak ada wifi jadi perlu tethering demi lancarnya balas email, online meeting sampai buka sheets kerjaan. FYI, sebelumnya saya menggunakan provider anak sultan. Dua minggu pertama WFH, saya harus merogoh kocek hingga 300ribu rupiah HANYA UNTUK PAKET DATA. Sampai akhirnya saya menyerah dan pindah ke provider lain yang ya…lumayanlah meski masih dalam hitungan mahal hehehe. Ya mau bagaimana lagi, posisi rumah saya memang cuma bisa menangkap sinyal dua provider ini~
Tantangan ketiga adalah manajemen emosi. Pasalnya keluarga saya masih belum mengerti apa itu WFH. Jadi kalau di rumah, ya berarti kamu libur dan segala pekerjaan rumah harus kamu tangani. Apalagi saya adalah satu-satunya orang di rumah yang punya kesempatan untuk WFH, semakin kuatlah posisi saya untuk diminta, “Mbak, hari ini tolong bersihin ini ya!” sampai “Mbak hari ini beliin ini, sekalian dimasakin ya~” Belum lagi perihal domestik lainnya mulai dari beli galon sampai gas yang harus menunggu saya yang melakukan huhuhu. Awal-awal rasanya sampai mau nangis karena, “Heyyyyy, aku di rumah juga kerja lho! Bisa tolong dibagi nggak urusan domestik kek gini?“
Tantangan keempat adalah jebolnya pertahanan keuangan. Beli ini itu via online adalah keran yang sampai sekarang berusaha saya tutup. Meskipun kadang masih suka bocor, tapi alhamdulillah, di hari ke-30 sekian pengeluaran beli ini itu via online bisa dikendalikan. Awal-awal? Woh jangan tanya. Bahkan beli gula aja saya online saking masih takut dan parno pergi keluar.
The fifth shits being able work from home is…KANGEN INTERAKSI! Soalnya di rumah hanya bisa interaksi sama keluarga. Itupun terbatas waktunya karena ada beberapa orang yang masih bekerja. Dan yang sempat bikin saya sedih adalah saya sempat dapat toxic positivity ketika seeking for help. Iya, saat itu saya benar-benar stress dan haus akan interaksi dengan teman. Makanya saya sambat di salah satu grup pertemanan dan mengajak mereka buat video call demi kewarasan. Eh, ternyata ada satu kalimat yang begitu menohok: Kamu harusnya bersyukur bisa WFH ๐ Dah deh, saya nggak mau mengulang perihnya dapat kata-kata itu. Tapi kamu bisa dengerin curhatan saya soal toxic positivity di tengah Corona di podcast saya. Klik di sini ya~
Saking sudah berminggu-minggu WFH, saya mulai rindu hal-hal kecil yang dulu bahkan saya pandang sebelah mata. Saya kangen finger prints saat belum ada orang, kangen dateng super pagi ke kantor buat download drama, kangen gangguin orang-orang (siapapun itu) yang duduk di sebelah saya, sampai kangen tidur siang di musholla. Bahkan saking kangennya, saya udah menyiapkan outfit mana yang nanti bakal saya pakai ketika WFH selesai dan masuk kantor segera (FYI guysss, saya beli kaus kaki transparan, dan mau segera pamer ke kalian!)
Pas di kantor minta WFH, giliran WFH minta masuk kantor aja. Lah gimana?
Ya nggak gimana-gimana? Namanya juga udah terlalu lama nggak berinteraksi dengan orang-orang kan, jadi ya wajarlah kalau rindu sudah dirasakan.
Namun di samping merindukan hal-hal seperti masuk kantor atau pelukan (anjayyyyyy, serius ini saya juga rindu meluk orang hehe) yang sekarang bisa saya dan kita semua lalukan adalah menjaga jarak serta lebih rajin cuci tangan. Bosan, rindu, dan rasa lainnya memang kita rasakan, tapi selama wabah ini masih ada, dua hal itu paling nggak bisa kita lakukan untuk memutus penyebarannya.
Peluk erat (secara virtual tentu aja) untuk kamu semua yang udah mulai bosan, rindu, dan haus interaksi dengan banyak orang. Peluk jauh juga untukmu yang masih bekerja, tetap semangat ya. Semoga hal-hal baik selalu menyertai kamu, kita semua.
Bener bener ini kak saya ngerasain banget, pas di kantor ngoceh2 pengen WFH giliran dikasi WFH kangen kantor, kangen becanda ma temen2 :")
Tos dulu kak yang udah kangen masuk kantor *high five* tp pasti besok-besok kangen wfh juga #yhagimana :")