Kata orang umur 25 itu masa-masa emasnya hidup. Ibarat mangga, lagi mengkel-mengkelnya. Enak buat lotisan, enak juga buat sambel nyamm. Tapi kayaknya di umurku yang 25 tahun nanti (teng-nya masih April tahun ini ya), jangankan emas, silver juga belom dapet kayaknya. Tentang menuju umur 25 yang jauh dari masa emas, belum jadi apa-apa dan masih abu-abu soal masa depan, aku menuliskan ini semua.
Dear diriku yang nantinya akan membaca ulang tulisan ini,
Terimalah segala keputusan yang nantinya telah aku ambil ya. Percayalah, keputusan yang diambil itu mengalami masa mencerna, bertapa, dan berdoa yang tak ada putus-putusnya.
Jadi ini semua berawal dari aku yang kembali mempertanyakan diriku mau jadi apa. Saat setahun lalu saat umurku baru menginjak 24. Seperti biasa, saat itu Mama memberiku ucapan selamat dan untaian doa. Di sisi akhir, beliau menyelipkan isyarat (atau ancaman empuk ya lebih tepatnya?) untuk nggak menunda-nunda urusan hati. Iya, Mama Minta Mantu lah kalau istilah kerennya. Tapi kupikir, ah, itu bisa menunggu. Sekarang saatnya aku mengejar karir dulu.
Namun beberapa bulan setelahnya, aku dihajar kenyataan yang membuatku bimbang luar biasa. Pertama, Tuhan menamparku dengan “Wey, Mama udah nggak lagi muda,” katanya tersirat. Sakit ini itu, sungguh buatku tak nyaman berjarak dengannya. Kedua, semesta mengajarkan bahwa cinta itu dua sisi. Brengsek dan baik hati. Sisi baik hati, jelas ditunjukkan oleh Mama, para sahabat yang meski jarang ngobrol tapi selalu ada, dan buku. Iya aku senaif itu, belajar cinta dari buku dan kenangan pait masa lalu. Nah sisi brengseknya adalah dua orang cinta pertamaku pergi. Pergi dengan kemauan mereka sendiri. Karenanya, dengan berat hati, aku menutup pintu, dan membiarkannya jadi orang asing di hidup ini. Perginya dua orang brengsek ini sialnya membuatku kembali berkata, “Gila!”.
Dari tamparan itu, aku seakan kehilangan penyangga. Oleng lebih tepatnya. Tapi aku berusaha denial dan terlihat baik-baik saja. Terlebih untuk Mama, sosok paling kuat yang pernah ada di dunia.
Urusan hati, aku sudah kenyang rasanya dengan dua kali ditinggalkan. Sampai di setiap sujud, aku berbisik pelan, “Ya Rabb, temukanlah hamba dengan dia yang telah Kau pilihkan untukku. Siapa pun itu, jika berkenan, tolong pertemukan kami di saat kami sama-sama telah settle dan steady. Agar kelak kami bisa saling melengkapi dan jadi partner terasyik di dunia dan akhirat nanti…
…dan jika berkenan Ya Rabb, tolong pertemukan kami ketika Mama masih sehat.”
Eh, ndilalah, belum kelar urusan hati, datanglah urusan masa depan di dunia alias mbutgawe ini. Berbagai macam pekerjaan telah kulakukan. Sebagian besar sih menuruti kata hati yang rebel ini, meski mohon maaf sebesar-besarnya, belum sesuai dengan harapan Mama. Belum sesuai juga sih sama APBN yang makin amburadul ini hihi.
Urusan hati yang makin hopeless romantic (tetep ya Riiiin!) plus masalah mbutgawe yang makin bimbang ini buatku mau tak mau membandingkan umur 25ku dengan Mama dulu. Iya, iya, bandingin hidup orang memang nggak bener. Tapi gimana dong? Kalau nggak dibandingkan, mana bisa berkembang?
Di umur 25 dulu, Mama sudah menjadi seorang istri, seorang ibu, pekerja yang tahan banting, menantu yang asoy geboy, dan the most humble and hardworking hooman on the planet chapter kelurahan.
Sementara aku? Sorry to say, belum jadi apa-apa. Silakeun bilang kalau aku merendah. Tapi ya nyatanya aku belum jadi apa-apa. Bekal yang ada di kantong? Halah cuman kemampuan secuil soal menulis, menganalisis data lewat GA, kepoin media sosial dan develop konten biar bisa viral (dan bermanfaat pastinya), sama ngedit visual dikit-dikit aja. Perkara hati? Nol besar, pemirsa! Aku bahkan belum kepikiran buat meniqa di saat yang lain pada pamer foto baby bumb atau lamaran mereka.
Kalau ditanya takut nggak sih menjalani umur 25 dan dengan status belum jadi apa-apa? Iya, ada. TAPI in other side, aku excited juga sih besok bakal gimana HAHA.
Jadi, dear myself yang kalau-kalau baca ini di masa depan, I know that life is never gonna be easy. The more you gain those age, the more you will struggle. Untuk saat ini dan masa depan, jika keabu-abuan menganggu pikiran, tetap tenang sambil menata kembali tujuan. Tujuan untuk ke depan. Katakan kalau memang ada yang perlu dikatakan. Ubah kalau memang dirasa ada bagian yang perlu diubah.
Dan yang lebih penting, just freakin be yourself. Persetan sih dengan kata orang yang berusaha menjatuhkan. Apalagi membujuk dengan segala rayuan biar terjerumus ke lubang hitam.
Yakin deh meski di umur (menuju) 25 aku belum jadi apa-apa, aku akan tetap baik-baik saja. More oh-so-amazing malah yaa. Karena belum jadi apa-apa bukan berarti tidak akan pernah menjadi sesuatu. Yakinlah bahwa hal baik (atau yang lebih baik) akan ada. Ia hanya menunggu kapan agar bisa bertemu.
Selamat menikmati umur 25 wey!
Jangan lupa rajinin ibadahnya, tambahin amalan sunnahnya, sayangi mereka yang tinggal saat banyak yang memilih pergi, love yourself dan satu lagi, senyumnya mana? The world needs your smile to brighten up your day lho soalnya ๐
Ditulis dengan cinta
oleh seseorang yang baru saja purchase sandal pompom mencolok mata,
kalo kata orang, 25 itu masanya quarter life crisis ya.
Suka mempertanyakan hal hal apa yang akan dicapai, apa yang sudah dicapai. Sometimes, ada fakta rasanya menggantung diantara dua hal itu "Rasanya belum apaapa".
Tapi , nanti kalau aku udah umur 25 .
Aku harus berterimakasih pada diri sendiri, sudah merawat diri ini sampai usia 25. Terimakasih juga sama tuhan yang sudah memberikan usia sampai 25.
Terlepas dari apa yang sudah dicapai dan apa yang blm dicapai.
Semoga mamahnya mba arin sehat selalu.
Semoga segera dipertemukan dengan jodohnya yaaa.
Semoga…. mbak arin selalu berterimakasih kepada dirinya yang sudah kuat menghadapi dunia selama 25 tahun wkwkwk.
Aku masih 23.
2 tahun lagi kayaknya baru mikirin ini wkakaa
Padahal sebenernya skrg juga udah mulai ngerasa kaya mba arin sih.
Hai Laili, terima kasih banyak untuk doanya. Doa terbaik untuk kamu juga ya! ๐
enjoy your live gir!!!! keep being Arintya. Dont forget remember Allah and sharing with others people. Hug form me.